Jumat, 29 Oktober 2010

Putri - Putri Laut

Di kedalaman laut yang terletak di sekitar pulau-pulau berdekatan dekat matahari terbit, di sana ada sebuah palung. Dan di situ, di mana mutiara begitu berlimpahan, terbaring mayat seorang pemuda yang dikerumuni oleh gadis-gadis laut berambut panjang keemasan; mereka memandangnya dengan kedalaman mata birunya, bercakap-cakap di antara mereka sendiri seraya diiringi alunan musik. Percakapan itu, didengar oleh kedalaman dan dibawa ke pantai oleh gelombang-gelombang, yang dibawa kepadaku oleh pesiar angin sepoi-sepoi.
    Salah seorang dari mereka berkata, "Inilah seorang manusia yang masuk ke dalam masa lampau kita, ketika laut kita mengamuk."
    Salah seorang yang ketiga menduga, "aku tak tahu apakah perang itu, tapi aku tahu bahwa manusia, setelah berhasil menguasai bumi, menjadi agresif dan memutuskan untuk menguasai laut. Ia menemukan sebuah benda asing yang dibawanya ke permukaan laut, kemudian Dewa Laut kita yang hebat menjadi sangat marah, melebihi keserakahannya. Demi menolong Dewa Laut, manusia mulai memberi upeti-upeti dan kurban-kurban, dan bahkan mayat di depan kita itu adalah upeti terakhir yang diterima oleh manusia untuk kebesaran dan kemalasan Dewa Laut kita."
    Salah seorang yang keempat menegaskan, "Betapa besarnya Dewa Laut, alangkah kejam hatinya! Jika aku adalah seorang Raja Laut aku akan menolak untuk menerima pembayaran seperti itu... Ayolah sekarang dan marilah kita memeriksa uang tebusan ini. Mungkin kita bisa mendapatkan keterangan mengenai umat manusia."
    Putri-putri laut itu menghampiri anak muda itu, memeriksa kantong-kantong itu, dan menemukan sebuah pesan akrab untuk hatinya; salah seorang dari mereka membacanya dengan keras untuk yang lain:
    "Kekasihku,
    "Tengah malam kembali tiba, dan aku tak punya hiburan, kecuali menumpahkan airmataku, dan kesia-siaan menghiburku menyimpan harapanku sebagai pengganti dirimu untukku sejak cakar-cakar berdarah di hadapannya. Aku tak bisa melupakan kata-katamu keika kau memilih keberangkatan, 'Setiap orang percaya kepada airmata yang harus dikembalikan pada suatu hari nanti.'
    "Aku tidak tahu apa yang mesti dikatakan, Kekasihku, tapi jiwaku ingin menuangkan dirinya sendiri kedalam perkamen... jiwaku yang menderita karena perpisahan, tapi dihibur oleh Cinta yang mengubah penderitaan menjadi sebuah keriaan, dan dukacita menajdi sebuah kebahagiaan. Ketika cinta menyatukan hati kita, dan kita memandang kepada hari itu saat dua hati kita dipersatukan oleh hembusan hebat dari Tuhan, Perang meneriakkan seruan yang mengerikannya dan kau mengikutinya, didorong oleh kewajibanmu kepada para pemimpin.
    "Apakah kewajiban begini memisahkan orang-orang yang saling mencintai, dan menyebabkan para perempuan itu menjadi janda-janda, dan anak-anak menjadi yatim? Apakah patriotisme kayak begini yang membangkitkan perang dan menghancurkan kerajaan-kerajaan lantaran hal sepele? Adakah penyebab yang lebih bernilai ketimbang membuang-buang waktu saat memperbandingkan kehidupan yang cuma satu? Apakah kewajiban seperti ini menyebabkan orang-orang desa menjadi miskin, yang tak melihat apa-apa karena putera mewarisi kaum bangsawan itu, untuk mati demi kemuliaaan para penindasnya? Jika kewajiban merusak perdamaian sesama bangsa dan patritisme mengganggu kesentosaan hidup manusia, maka marilah kita berkata, "Perdamaian ada bersama kewajiban dan patriotisme."
    "Tidak, tidak, Kekasihku! Jangan pedulikan kata-kataku! Jadilah berani dan setia kepada negerimu... Jangan dengarkan omongan seorang gadis, yang dibutakan oleh Cinta, dan merasa kehilangan karena perpisahan dan kesendirian... Jika Cinta tak mau mengembalikan kau kepadaku dalam hidup ini, maka Cinta tentulah akan menyatukan kita dalam kehidupan yang akan tiba.
    Wassalam"

***

    Putri-putri laut itu menempatkan kembali catatan itu di bawah pakaian anak muda itu dan berenang dengan tenang dan berlalu dengan sedih. Seraya mereka berangkulan bersama-sama pada sebuah jarak dari jasad tentara yang mati itu, salah seorang dari mereka berkata, "Hati manusia lebih hebat ketimbang hati bengis Dewa Laut." *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar